PENTINGNYA PENELITIAN SANAD DAN MATAN

BAB I
PENDAHULUAN
I.1LATAR BELAKANG
Allah telah memberikan kedudukan kepada nabi muhammad sebagai rosulullah dengan fungsi antara lain, menjelaskan al-qur’an, dipatuhi Oleh orang-orang yang beriman, menjadi uswatun hasanah dan rahmat bagi sekalian alam. Berangkat dari pemahaman tersebut, maka untuk mengetahui hal-hal yang harus diteladani dari sesosok nabi dan yang ada pada diri nabi tapi tidak berlaku pada umatnya (pengecualian). Dengan demikian, dapat diketahui hadist nai yang berkaitan dengan ajaran dasar islam, praktek nabi dalam mengaplikasikan petunjuk Al-Qur’an sesusai dengan tingkat budaya masyarakat yang sedang dihadapi oleh nabi, dan sebagainya.
Menurut sejarah hadist itu tidak ditulis pada zaman nabi, hadist yang tertulis baik secara resmi maupun tidak resmi, misalnya dalam rangka dakwah, komunikasi dengan orang-orang non muslim, dan komunikasi dengan orang muslim, hanya berupa catatan-catatan saja yang dibuat oleh para shohabat tertentu atas inisiatif mereka sendiri Jumlahnya tidak banyak.
Selain itu hadist-hadist nabi juga pernah mengalami pemalsuan, yang tidak pernah terjadi sebelumnya (pada masa nabi), dalam sejarah, pemalsuan hadist mulai berkembang pada zaman kholifah Ali Bin Abi Tholib (w. 40 H= 661 M).
Dari hal-hal tersebut sudah dapat disimpulkan mengenai pentingnya pencarian sanad dan matan pada hadist untuk menjaga kebenarannya bahwa hadist itu datangnya dari Rosululah, agar tidak terjadi lagi sebuah pemalsuan hadist oleh oaring-orang yang ingin menghancurkan agama Allah. Dan untuk menghimpun hadist-hadist menjadi kitab-kitab agar lebih terjaga keberadaanya,
Pencarian sanad dan matan pun sangatlah penting karena akan mengetahui perbedaan kualitas sanad dan matan hadist.
I.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang melatar belakangi pentingnya penelitian sanad dan matan?
2. Bagian apakah yang harus diteliti dari sebuah hadist?
3. Tanda-tanda kepalsuan seperti apakah yang ada pada sanad hadist?
4. Tanda-tanda kepalsuan seperti apakah yang ada pada matan hadist?

I.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui latar belakang Pentingnya Penelitian Sanad Dan Matan Hadist.
2. Mengetahui bagian yang harus di teliti dari sebuah hadist.
3. Mengetahui tanda-tanda kepalsuan hadist yang ada pada Sanad.
4. Mengetahui tanda-tanda kepalsuan hadist yang ada pada Matan.

BAB II
PEMBAHASAN
II.1 LATAR BELAKANG PENTINGNYA PENELITIAN SANAD DAN MATAN HADIST.
Umat islam mengalami kemajuan pada zaman klasik (650-1250 M). Dalam sejarah, puncak kemajuan ini terjadi pada sekitar tahun 650-1000 M. pada masa ini telah hidup ulama’ besar , yang tidak sedikit jumlahnya, baik dibidang tafsir, hadist, fiqih, ilmu kalam, filsafat, tasawwuf, sejarah maupun bidang pengetahuan lainnya. Berdasarkan bukti historis ini mengambarkan bahwa periwayatan dan perkembangan pengetahauan hadist berjalan seirirng dengan perkembangan pengeahuan lainya.
Menatap perspektif keilmuan hadist, bahwa ilmu hadist sangatlah mendorong kemajuan ilmu umat islam. Sebagaiman halnya Al-Qur’an, telah memerintahkan orang-orang beriman untuk menuntuk ilmu pengetahuan. Dengan demikian perspektif keilmuan hadist, justru menyebabkan kemajuan umat islam. bahkan suatu kenyataan yang tidak boleh luput dari perhatian, adalah sebab-sebab di mana Al-Qur’an diturunkan. Bertolak dari kenyataan ini.
Professor A. Mukti Ali menyebutkan sebagai metode pemahaman terhadap suatu kepercayaan, ajaran atau kejadian dengan melihatnya sebagai suatu kenyataan yang mempunyai kesatuan muthlaq dengan waktu, tempat, kebudayaan, golongan dan lingkungan di mana kepercayaan, ajaran dan kejadian itu muncul. Dalam dunia pengetahuan tentang agama Islam, sebenarnya benih metode sosio-historis telah ada pengikut sertaan pengetahuan Asbab Al-nuzul (sebab-sebab wahyu di turunkan) untuk memahami Al-Qur’an, dan asbab Al-wurud (sebab-sebab wahyu diturunkan).
Meskipun Asbab Al-nuzul dan Asbab Al-wurud terbatas pada peristiwa dan pertanyaan yang didahului Nuzul (turun)-nya Al-Qur’an dan wurud (disampaikan)-nya hadist, tetapi kenyatannya jutru tercipta suasana keilmuan pada hadist Nabi. Seperti terdapat dalam buku Fazdlur Rahman, setiap hadist mengandung dua bagian: pertama teks (matan) menyebutkan nama-nama periwayat (Ridak, yowinya), yang menjadi dukungan bagi teks hadist tersebut.
Para sejarawan klasik maupun modern ssependapat bahwa mula-mula hadist muncul tanpa dukungan isnad lebih kurang pada pergantian abad ke-1 H/7 M. sekitar masa-masa ini pulalah hadist muncul secara besar-besaran ketika ilmu pengetahuan formal yang tertulis mulai dirintis. Namun terdapat bukti kuat yang langsung maupun tidak, yang menunjukkan bahwa sebelum menjadi sebuah disiplin yang formal dalam abad ke-2 H/8 M, fenomena hadist telah muncul sekitar tahun 60-80 H/680-700 M. dalam suatu keilmuan, atau melihat perspektif keilmuan hadist, ada 3 hal penting yang perlu mendapat perhatian, yaitu sanad hadist, matan hadist dan kemunculan kritik hadist.
II.2 PENGERTIAN SANAD DAN MATAN
Sanad
Bahasa: sesuatau yang dijadikan sanadaran, pegangan, dan pedoman.
Istilah: mata rantai para perowi hadist yang menghubungkan sampai kepada matan hadist.
Matan
Bahasa: Keras, kuat, sesuatu yang Nampak dan yang asal, tanah tinggi dan keras, Kita basal (yang diberikan syarah/penjelasan).
Istilah:Suatu kalimat setelah berakhirnya sanad, atau beberapa lafadh hadist yang berbentuk beberapa makna.
:II.3 BAGIAN-BAGIAN YANG HARUS DITELITI DARI SEBUAH HADIST
1. Kaidah-Kaidah Mayor Kritik Sanad dan Matan
Kaidah kritik sanad (sandaran) dan matan (redaksi) hadis dapat diketahui dari pengertian istilah hadis sahih. Menurut ulama’ hadis, misalnya Ibnu Al-Shalah (w.634 H), hadis sahih adalah:
Artinya:
“Hadis yang bersambung sanadnya (sampai kepada Nabi), diriwayatkan oleh (periwayat) yang adil dan zabit sampai akhir sanad, (di dalam hadis itu), tidak terdapat kejanggalan (Syuzuz dan cacat illat).”
Dari pegertian istilah tersebut, dapat diuraikan unsur-unsur hadis sahih menjadi:
1) Sanadnya bersambung.
2) Periwayat bersifat adil.
3) Periwayat bersifat zdabit.
4) Dalam hadis itu tidak terdapat kejanggalan (syuzuz).
5) Dalam hadis tidak terdapat cacat (illat).
Ketiga unsur yang disebutkan pertama berkenaan dengan sanad, sedangkan dua unsur berikutnya berkenaan dengan sanad dan matan. Dengan demikian, unsure-unsur yang masuk persyaratan umum kaidah kesahihan hadis ada tujuh macam, yakni lima macam berkaitan dengan sanad dan dua macam berkaitan dengan matan. Persyaratan umum dapat diberi istilah sebagai kaidah mayor sebab masing-masing unsurnya memiliki syarat khusus; dan yang berkaitan dengan syarat-syarat khusus itu dapat diberi istilah sebagai kaidah minor.
Lima unsur yang terdapat dalam kaidah mayor untuk sanad di atas sesungguhnya bisa didapatkan menjadi tiga unsur saja, yakni unsur-unsur tehindari dari syuzuz dan terhindar dari illat dimasukkan pada unsur yang pertama dan ketiga. Pemadatan unsur-unsur itu tidak mengganggu subtansi kaidah sebab hanya bersifat metodelogi untuk menghindari terjadinya tumpang tindih unsur-unsur, khususnya untuk kaidah minor.
2. Kaidah-Kaiah Minor dalam Kritik Sanad
Apabila masing-masing unsur kaidah mayor bagi kesahihan sanad disertakan unsure-unsur kaidah minornya, maka dapa dikemukakan butirbutirnya seagai berikut:
1) Unsur kaidah mayor yang pertama, sanad bersambung, mengandung unsur-unsur kaidah minor:
a. Muttasil (ersambung);
b. Marfu’ (bersandar kepada Nabi SAW);
c. Mahfuz (terhindar dari syuzuz);
d. Bukan Muall (bercacat).
2) Unsur kaidah mayor kedua, periwayat bersifat adil, mengandung unsur-unsur kaidah minor:
a. Beragama Islam;
b. Mukalaf (balig dan berakal sehat);
c. Melaksanakan ketentuan agama islam;
d. Memlihara maruah (adab kesopanan pribadi yang membawa pembawaan diri manusia kepada tegaknya kebajikan moral dan kebiasaan-kebiasaan).

3) Unsur kaidah mayor yang ketiga, periwayat bersifat zdabit dan atau bersifat azbat, mengandung unsur-unsur kaidah minor.
a. Hafal dengan baik hadis yang diriwayatkannya;
b. Mampu dengan aik menyampaikan riwayat hadis yang dihafalnya kepada orang lain;
c. Terhindar zyuzuz;
d. Terhindar dari illat.

Dengan acuan kaidah mayor dan kaidah minor agi sanad tersebut, maka penelitian sanad hadis dilaksanakan. Sepanjang semua unsur diterapkan secara benar dan cermat, maka penelitian akan menghasilkan kualitas sanad dengan tingkat akurasi yang tinggi.

3. Kaidah-Kaidah Minor dengan Kritik Matan
Kaidah mayor untuk matan, sebagaimana telah disebutkan, ada dua macam, yakni terhindar dari syuzuz dan terhindar dari illat. Ulama’ hadis tampaknya mengalami kesulitan untuk mengemukakan klasifikasi unsur-unsur kaidah minornya secara rinci dan sistematik. Dinyatakan demikan, karena dalam kitab-kitab yang membahas penelitian hadis, sepanjang yang penulis telah mengkajikannya, tidak terdapat penjelasan klasifikasi unsur-unsur kaidah minor berdasarkan kaidah mayornya. Padahal untuk sanad, klasifikasi itu dijelaskan.

Pernyataan tersebut tidak dimaksudkan bahwa ulama’ hadis tidak menggunakan tolak ukur dalam meneliti matan. Tolak ukur itu telah ada, hanya saja dalam penggunaanya, ulama’ hadis menempuh jalan secara langsung tanpa bertahap menurt unsur tahapan kaidah mayor; misalnya dengan memperbandingkan matan hadis yang sedang diteliti dengan dalil naqli tertentu yang lebih kuat dan relevan. Jadi, kegiatan penelitian tidak diklasifikasi, misalnya langkah pertama meneliti kemungkinan adanya syuzuz dengan unsur-unsur kaidah minornya, lalu diikuti langkah berikutnya meneliti kemungkinan adanya illat dengan unsur-unsur kaidah minornya juga.

Adapun tolak ukur penelitian matan (maayir naqd al matn) yang telah diemukakan oleh ulama’ tidaklah seragam. Al-Khatib Al-Bagdadi (w.463 H = 1072 M) menjelaskan bahwa matan hadis yang maqbul (diterima sebagai hujjah), haruslah:
1. Tidak bertentangan dengan akal yang sehat;
2. Tidak bertentangan dengan hukum Al-Quran yag telah muhkam;
3. Tidak bertentangan degan hadis mutawatir;
4. Tidak bertentangan degan amalan yang telah menjadi kesepakatan ulama’ masa lalu (ulama’ salaf);
5. Tidak bertentangan dengan dalil yang sudah pasti;
6. Tidak bertentangan dengan hadis ahad yang kualitas kesahihannya lebih kuat.
Keenam butir tolak ukur tersebut tampak aih tumpang tindih. Selai itu, masih ada tolak ukur penting yang tidak disebutkan, misalnya tentang susunan bahasa dan fakta sejarah.
Shalah Al-Din Al-Adlabi mengemukakan bahwa pokok-pokok tolak ukur penelitian kesahihan matan ada empat macam, yakni:
1. Tidak bertentangan dengan petunjuk Al-Quran;
2. Tidak bertentangan dengan hadis yang kualitasnya lebih kuat;
3. Tidak bertentangan dengan akal sehat, indera, dan sejarah;
4. Susunan pertannyaannya menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian.
Tolak ukur tersebut masih bersifat global dan masih dimungkinkan untuk dikembangkan.
Butir-butir tolak ukur di atas, masih dapat dinyatakan sebagai kaidah kesahihan matan, oleh jumhur ulama’ dinyatakan sebagai tolak ukur untuk menelti kepalsuan suatu hadis. Menurut jumhur ulama’ tanda-tanda matan hadis yang palsu ialah:
1. Susunan bahasanya rancu;
2. Isinya bertenangan debgan akal yang sehat dan sulir diinterprasikan secara rasional;
3. Isinya bertentangan dengan tujuan pkok agama islam;
4. Isinya bertentangan dengan hukum dan (sunatullah);
5. Isinya bertentangan dengan sejarah pasti
6. Isinya bertentangan dengan petunjuk Al-Quran atapun hadis mutawatir yang telah mengandung suatu petunjuk secara pasti;
7. Isinya berada di luar kewajaran diukur dari petunjuk umum ajaran Islam.
Walaupun bukti-butir tolak ukur penelitian matan tersebut tampak menyeluruh, tetapi tingkat akurasinya ditentukanj uga oleh ketetapan metodologis dalam penerapanya. Untuk itu kecerdasan, keluasaan pegetahuan, dan kecermatan peneliti sangat dituntut.
Selajutnya, dalam hubungannya dengan pelaksanaan kegiatan kritik sanad dan atan hadis, maka kritik sanad dilaksanakan terlebih dahulu sebelum kegiatan kritik matan. Langkah itu dapat dipahami agar tidak melihat latar belakang sejarah periwayatan dan penghimpunan hadis sebagaimana telah dibahas di muka. Dengan latar belakang tersebut dapat dipahami mengapa imam Al-Nawawi (w.676 H = 1277 M) menyatakan bahwa hubungan hadis dengan sanadnya bagai hubungan hewan dan kakinya.
II.4 TANDA-TANDA KEPALSUAN PADA SANAD
Tanda-tanda kepalsuan pada sanad itu banyak sekali, diantaranya ialah:
1. Jika perowi hadist itu seorang pembohong, yang diketahui orang banyak kebohongannya itu, tanpa ada seorang pun dari Kalangan orang handal
yang merowikannya. Para ulama’ telah member perhatian besar untuk mengetahui para pembohong itu dengan biografi mereka, dan mereka mengikuti dengan cermat kebohongan mereka untuk suatu hadist, tak seorang pun lengah dari mereka.
2. Mengakui sendiri tentang kebohongannya, seperti abd Al-Karim ibn Abi Al-‘Awja’ yang telah memalsu 4000 hadist, dia telah “mengharamkan yang halal, dan menghalal yang haram”.
3. Jika perowi meriwayatkan hadist dari seorang syaikh yang belum ada keterangan valid, menyebutkan dia pernah bertemu syaikhnya ataupun hidup dimasa syaikhnya sehingga bisa disimpulkan mustahil untuk berdusta, maka perlu dicari latar belakang mengenai sejarah perowi dan gurunya yaitu meliputi kapan dan dimana para perawi itu dilahirkan, dimana mereka menetap, kemana saja mereka mengadakan perjalanan (musafir), siapa saja guru-guru mereka, dan kapan mereka wafat, Karena itu ilmu At-thobaqot sangatlah penting untuk kritikus hadist, oleh karena itu tidak mudah mendapatkan data tentang asal-usul sebuah hadist, haruslah dengan sebuah penelitian yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mengetahui masing-masing kebenaran datanya.
4. Kepalsuan hadist juga bisa diketahui dari keadaan perawi dan dorongan-dorongan psikologi, contahnya: seorang penjual harisah yang bernama ‘muhammmad ibnu al-hajjaj al-nakh’i (daging masak yang ditumbuk bersama gandum) “harisah menguatkan punggung” dimana hadist itu do’if dan tidak lain hanya bertujuan untuk kepentingan pribadinya saja, agar jualannya laku.
II.5 TANDA-TANDA KEPALSUAN PADA MATAN
Tanda-tanda kepalsuan dalam matan itu juga banyak diantaranya:
1. Kelemahan kalimat, yaitu dari kalimatnya saja bisa diketahui bahwa kalimat itu terdapat keanehan dalam segi makna-makna ungkapan arabnya, di mana kasalahan-kesalahannya hanya dapat di ketahui oleh orang yang benar-benar ahli dalam ilmu hadist dan dia merasakan sendiri akan peredaan dalam isi (matan) mengenai kalimatnya, susunannya yang tidak wajar.
2. Lemah dari segi makna, yaitu jika sebuah hadist mnyalahi kepastian-kepastian rasional tanpa kemungkinan untuk menakwilkannya. Contohnya ialah sebuah hadist, “sesungguhnya kapal nabi nuh itu melakukan thawaf di ka’bah 7 kali dan bersemahyang di makam Ibrahim 2 rakaat.” Atau jika makna hadist itu menyalahi kaidah umum di bidang hukum dan akhlaq, seperti” kejahatan orang turki dan tidak adilnya orang arab.
Kelemahan makna sebuah hadist palsu juga bisa diketahui jika ia memuat hal-hal yang sepele yang tidak mungkin di terima oleh mereka yang berpikiran waras, seperti “ayam jantan putih adalah kekasihku, dan kekasih dari kekasihku adalah malaikat jibril.”
3. Bertentangan dengan makna jelas (shorikh) dari kitab suci al-Qur’an, yang sekiranya tidak lagi ditakwilkan “Aku (tuhan) bersumpah ats diriku bahwa aku tidak akan memasukkan neraka orang yang namanya muhammmad atau ahmad” sebab hadist serupa ini menyalahi yang sudah diketahui secara pasti dari ajaran-ajaran al-qur’an dan sunnah bahwa kselamatan adalah dengan perbuatan baik, tidak dengan nama-nama atau gelar-gelar. Atau jika sebuah hadist bertentangan dengan ijma’ seperti, “barang siapa yang mengqodho’ sholat-sholat fardhu di hari jum’at terakhir pada ulan ramadhan maka sudah tertebuslah semua sholat yang di tinggalkannya seumur hidupnya sampai 70 tahun” hadist seperti ini menyalahi ijma’ bahwa ibadah yang tak terlaksana tidak dapat diganti dengan ibadah apapun.
4. Hadist yang menyalahi fakta-fakta sejarah pada zaman nabi SAW, seperti yang berisi tentang “Nabi mewajibkan untuk membayar Jizyah atas penduduk khoibar”, dan membebaskan mereka dari usaha kerja paksa dengan persaksian Sa’ad Ibnu Mu’ad dan Muawiyah Bin Abi sufyan padahal perintah membayar jizyah itu belum ditetapkan pada peristiwa khoibar dan ayat tentang jizyah itu baru turun setelah perang tabuk (setelah peristiwa khoibar) jadi fakta-fakta sejarah menolak hadist itu dan menghasilkan penilaian sebagi hadist palsu.
5. Jika ada hadist yang bersesuaian dengan madzab perowiya, dan dia sudah dikenal sebagai orang yang fanatik terhadap mazdabnya, seperti halnya jika ada seorang rowi kebetulan saja dari golongan Syi’ah Rafidhoh, dia menuturkan sebuah hadist yang berisikan tentang keunggulan keluarga kholifah Ali Bin Abi Tholib (Ahlul Bait).

BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Sebagai umat nabi Muhammad yang menjaga segala ajaran-ajaran sunnahnya kita haruslah kritis menanggapi setiap permasalahan yang berhuungan dengan sunah (hadistnya) karena d\di zaman yang semakin lama semakin dekat dengan hari kiamat akan bertambah banyak orang-orang yang berusaha untuk meruntuhkan ajaran rosul dengan cara memalsukan hadist, baik berupa sanad ataupun matannya, maka kita harus hati-hati dalam menangapi setiap hadist yang ada dari man kapan dan apa latar belakang adanya hadist itu sehingga terlihat mana hadist yang janggaal (palsu), yang tidak patut di pakai sebagai dasar, dan mana yang benar (datangnya dari Rosul) yang patut di pakai sebagai dasar.
Maka adanya sebuah penelitian sanad maupun matan sangatlah penting untuk menjaga kebenaran sunnah-sunnah nabi yang benar-benar bersandar dari Rosul.

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Muhammad. 2004. Ulumul Hadist. Bandung: Pustak Setia.
Al-siba’I Musthafa. 1991. Sunnah dan peranannya dalam penetapan hokum islam. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Assa’idi Sa’ dullah. 1996. Hadis-Hadis Sekte. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mudasir. 1999. Bandung: Pustaka Setia.
Solahuddin agus. 2009. Ulumul Hadist. Bandung: Pustaka Setia.

0 Response to "PENTINGNYA PENELITIAN SANAD DAN MATAN"

Posting Komentar